6 Tips Menulis ala Raditya Dika

Sadar atau nggak, kalo membaca atau menonton sesuatu yang diulang, biasanya dapet pencerahan baru.

Itu kenapa ada salah satu metode belajar yang mengharuskan mengulang lagi dan lagi atas sebuah materi.

Kalo kata Bruce Lee:

“I fear not the man who has practiced 10,000 kicks once, but I fear the man who has practiced one kick 10,000 times.”

Alih-alih takut sama orang yang belajar banyak jurus tapi melatihnya hanya sekali, Bruce Lee justru takut sama orang yang melatih sebuah jurus berkali-kali. Intinya ada pada praktek pengulangan. Sebuah materi yang dipelajari berulang, bikin seseorang semakin ahli.

Saya ingat, kalo saya pernah menonton video Raditya Dika yang ini:

Tiba-tiba hari ini video tersebut muncul lagi di timeline feed Youtube saya. Saya tonton lagi, dan sadar kalo ternyata materinya sangat berkelas. Bintang 5/5!

Saya merasa perlu mengulang dan mempraktikkan lagi materi yang dibawain sama Raditya Dika.

Eniwe, di video itu berisi cuplikan Workshop yang diadakan oleh Better dengan narasumber Raditya Dika.

Raditya Dika membahas tips-tips menulis di video yang berdurasi sekitar 22 menitan tersebut.

Pantesan saya merasa seneng banget ketemu lagi sama video ini. Ternyata saya memang lagi membutuhkan materi dasar ini. Saya mau membagikan intisari video tersebut ke dalam tulisan ini. Yuk, lanjut baca.

Photo by Tyler Nix


Tips-Tips Menulis ala Raditya Dika

Materi ini bisa digunakan untuk menulis film dan cerita novel.

Tips #1: Membuat Alur Dulu

Masalah yang biasa dialami penulis pemula adalah udah menulis panjang lebar terus bingung mau digimanain lagi. Kadang terasa bosan karena udah menulis panjang, lalu bikin cerita baru.

Nah, ketika dapet inspirasi, sebaiknya jangan langsung menulis. Tapi bikin dulu alur yang menarik: depan, tengah dan belakang.

Gimana cara bikin alur yang menarik? Gampang! Bikinlah premis (logline) terlebih dahulu.

Premis (logline) adalah ide dasar dari sebuah cerita dalam 1 kalimat. Singkat. Istilah ‘premis’ biasa digunakan untuk penulisan cerita novel dan semacamnya, kalo istilah ‘logline’ biasa dipake untuk industri film.

Rumus premis (logline): Karakter + Tujuan + Halangan

Contoh premis serial Youtube ‘Malam Minggu Miko’ karya Raditya Dika:

Miko adalah seorang cowok yang sudah lama jomblo sangat ingin nge-date dengan cewek yang dia suka, tapi temannya memberikan saran yang tidak masuk akal.

Contoh berikutnya dari premis ‘Tragedi Squishy Berhantu’:

Seorang cowok sangat ingin melepas arwah yang melekat pada squishy miliknya, untuk itu dia harus melihat arwah itu tenang lagi.

Contoh premis lain: Seorang cowok sangat ingin memberikan kejutan ulang tahun kepada pacarnya, tapi ketika sampe rumah ternyata mantan si cewek memberikan kejutan yang sama.

Kalo udah punya premis (logline), maka cerita dibagi menjadi 3 babak:

1) Sangat ingin

2) Proses Usahanya

3) Hasilnya bisa atau tidak

Kalo ngambil contoh serial ‘Malam Minggu Miko’, maka jadinya:

Babak 1: Miko sangat ingin kencan (ceritain kenapa Miko suka sama cewek ini, kenapa Miko mau nge-date ke dalam 3 halaman)

Babak 2: Miko menempuh cara agar bisa kencan (ceritain gimana proses Miko mewujudkan kencannya agar berhasil ke dalam 3 halaman)

Babak 3: Hasilnya bisa kencan atau tidak (ceritain dalam 3 halaman)

Kebanyakan orang kalo menulis cerita mengklaim ceritanya bagus. Tapi begitu ditanya balik, “premisnya apa?”, lalu dijawab, “wah, kalo itu susah. Harus diceritain dulu, nih…“.

Di situlah peranan premis (logline). Seorang penulis bisa kehilangan momen berharga bertemu produser film, dan harus menceritakan karya bikinannya dari A - Z, sedangkan produser film punya waktu yang sangat terbatas.

Maka, membuat premis (logline) adalah sebuah keharusan.

Berdasarkan pengalaman, Raditya Dika menjual cerita ke produser film hanya menyodorkan premis (logline). Bermodal bikin 1 sampai 10 premis lalu ditawarkan ke produser. Tujuannya agar produser memilih premis mana yang mau dibeli untuk dikembangin jadi film.

Raditya Dika menjual premis bahkan sebelum skenarionya ada.

Premis yang sudah dibikin bisa diarahkan menjadi cerita komedi, bisa jadi action, bisa juga jadi romansa.

Menurut Raditya Dika, sebuah cerita bisa ketahuan bagus tidaknya dari kalimat premis.

Kamu ingat film Hangout karya Raditya Dika? Film yang dirilis tahun 2016 itu ternyata menyimpan kisah menarik.

Raditya Dika membuat premis: “Sembilan orang artis terkenal ibukota diundang sosok misterius ke sebuah pulau lalu mati satu persatu, siapa pembunuhnya?”, lalu menawarkannya ke produser Rapi Films.

Ternyata sang produser tertarik dengan premis tersebut, lalu membelinya. Pada saat itu terjadi, scriptnya belum ada, ceritanya nggak tahu mau gimana, bahkan pemainnya pun belum diplotkan siapa saja. Tapi dari kalimat premis aja, produser tertarik memfilmkan.

Setelah premis dibeli, terus Raditya Dika pulang ke rumah, kemudian mikir mau bikin cerita apaan.

Tips #2: Karakter Harus Punya Kelemahan

Terkait kelemahan sang karakter, mungkin ada yang menyanggah begini: “tapi karakter yang aku bikin itu terlalu sempurna, Bang…”

Justru karena terlalu sempurna itulah yang kemudian bisa disebut kelemahan. Bisa saja alur ceritanya dibawa dari seorang yang sempurna tapi karena saking sempurnanya, si karakter bermasalah karena nggak bisa meraih sesuatu.

Sebagai pendukung, coba tengok contoh kelemahan Spiderman: masih terlalu muda. Lalu ada kelemahan Ironman yaitu narsis. Kalo kelemahan Miko (dalam serial Malam Minggu Miko) adalah nggak bisa ngomong sama cewek.

Sepanjang cerita akan menunjukkan bahwa si karakter yang punya kelemahan akan berubah menjadi lebih baik. Awalnya punya kelemahan lalu si karakter bisa mengalahkan kelemahan tersebut. Karakternya bertumbuh.

Tips #3: Pake Nama Biasa Aja

Nama karakter nggak perlu bombastis atau aneh-aneh. Pilihlah nama semisal Asep atau Bambang. Yang ada di sekitar kamu aja.

Cara mengetahui apakah nama karakter bagus (tepat) atau tidak itu mudah. Cek aja apakah nama itu dimiliki temen-temen kamu atau nggak. Kalo ada temen kamu yang bernama itu, berarti udah bener: nama karakternya bagus (tepat).

Raditya Dika biasa menggunakan nama teman-temannya sebagai nama karakter cerita.

Mengapa memilih nama yang biasa aja? Supaya orang percaya bahwa cerita yang kamu tulis bisa (mungkin) terjadi.

Tips #4: Bukalah Kalimat Pertama dengan Menarik

Membuka cerita jangan monoton seperti: ‘Pada jaman dahulu kala…’ atau ‘Matahari bersinar cerah….’ atau ‘Suatu pagi….’.

Kalimat Pembuka yang Menarik itu:

1) Mulai dari tengah

2) Pake action

3) Harus membuat penasaran

Misal bikin cerita pembunuhan. Kalimat pertamanya bisa begini: ‘Pintu masih diketuk, dan aku belum sempat menyembunyikan mayatnya.’

Kalo cerita percintaan, misalnya dibuka dengan kalimat: ‘Pacarku masih duduk di depanku, dan dia mengulangi pertanyaannya: ‘kamu selingkuh, ya?’’

Tips #5: Biasakan Menulis Jelek

Draft pertama yang kamu tulis pasti jelek. Jadi nggak usah takut jelek, karena kalo takut jelek bisa bikin kamu depresi.

Draft satu itu tujuannya nulis sampah. Selalu kayak gitu. Maksud draft satu itu adalah sekali nulis, selesai. Nggak mikir proses editing, yang penting nulis aja dulu. Itu draft satu.

Apa tanda-tanda kalo draft-nya udah bagus?

Kalo kamu ngerjain draftnya, lalu yang kamu hapus hanya titik dan koma. Pas baca draft, ini titiknya kayaknya harus dipindahin nih. Ini komanya digeser nih. Nah, itu tanda draft-nya udah bagus.

Lebih baik menulis jelek 1 halaman daripada tidak sama sekali. Karena kalo 1 halaman jelek itu bisa diperbaiki, dan kalo nol halaman ya nggak bisa diapa-apain.


Ada pertanyaan: “Gimana cara mencari tahu apakah cerita kita udah bagus atau belum?”

Cetak cerita, lalu sodorkan ke orang terdekat yang obyektif untuk menilai bagus-tidaknya.

Jangan kasih lihat cerita kamu ke orang yang bertipe ‘iya-iya aja biar cepet’. Orang tipe itu nggak akan ngasih komentar jujur.

Semakin awam orang yang dimintai review, semakin bagus.

Kadang orang bilang, “tapi saya nggak punya temen penulis untuk mereview tulisan saya…”.

Nggak perlu risau karena nggak punya temen penulis. Kasih aja cerita kamu ke temen biasa di tongkrongan karena mereka mewakili pembaca-pembaca cerita kamu.


Ketika berada di situasi bikin film, cerita udah beres dibikin, lalu masuk ke proses syuting untuk memfilmkan adegan-adegan di cerita. Ada kejadian tak terduga di lapangan ketika proses syuting. Mau ganti adegan tapi gimana ya, apakah perlu mengubah cerita, atau gimana. Terjadi kebingungan. Gimana solusinya?

Menurut Raditya Dika, apapun yang terjadi di lapangan ketika proses syuting harus disyukuri. Jika tiba-tiba dapet ide di lapangan, maka realisasikan.

Ada contoh salah satu adegan di sebuah cerita. Ada cewek mutusin cowok dengan cara biasa, lalu ketika difilmkan muncul ide: ‘kayaknya lebih seru kalo ditampar, nih’. Lalu kamu minta ulang adegan pemutusan dengan ditampar.

Yang kamu rasain pas lagi syuting, itu yang harus kamu lakuin. Karena insting kamu sebagai seorang pencerita akan muncul di situasi itu.

Ketika proses pengambilan video udah beres dan masih di tahap editing. Gimana kalo ada adegan yang kurang? Tambahin adegannya. Syuting lagi. Apakah itu harus dicontoh? Sebaiknya jangan, tapi kalo terjadi, kamu udah ngerti solusinya.

Tips #6: Jangan Kasih Tahu, tapi Kasih Lihat

Pas bikin cerita, jangan menulis semisal begini: Fauzi ketakutan.

Tapi kasih liat situasinya: Fauzi melihat kegelapan di sepanjang kamar. Malam itu bulu kuduknya tidak bisa berhenti berdiri.

Kamu nggak bilang takut, tapi kamu kasih tahu karakternya sedang takut.


Di penutup video ada pertanyaan: “Jadi penulis itu sebaiknya menulis secara idealis atau menulis sesuai permintaan pasar?”

Raditya Dika selalu memberi jawaban yang sama ketika ditanya tentang hal itu. Jawabannya: di awal jadilah penulis yang suka dengan apa yang ditulis. Kalo pun tulisannya nggak laku, setidaknya penulis suka atas karyanya.


Jadi, segitu yang bisa saya tuliskan dari hasil menonton video workshop Tips-tips Menulis ala Raditya Dika.

Saya merasa ini rezeki luar biasa. Ketemu lagi dengan materi tips menulis di video itu. Ini saatnya saya mengulang untuk praktek lagi dan lagi.

Kalo kamu merasakan manfaat tulisan ini, silakan share ke temen-temen, ya…

Siapa tahu mereka sedang berikhtiar jadi penulis profesional seperti Raditya Dika.

Terimakasih udah membaca cerita saya hari ini.

Wiradesa, 27 Juni 2022

MauMantenan.com Banner